BTemplates.com

Monday, 6 April 2015

Adab Dalam Wudhu'



Yang dimaksud dengan adab disini meliputi tuntunan dan yang wajib sampai sunah-sunahnya sebagaimana disebutkan oleh guru kami Abdul Hamid.

Apabila engkau selesai beristinja, maka jangan tinggalkan siwak dan niatkanlah dengan siwak itu mengerjakan sunah dan membersihkan mulut untuk membaca Al-Qur’an dan mengingat Allah dalam shalat, sebagaimana engkau niat jimak (senggama) untuk mendapatkan keturunan. Karena siwak itu membersihkan mulut dan bau busuk dan menimbulkan keridhaan Tuhan serta membangkitkan kemarahan setan. Ketahuilah shalat dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada salat 70 rakaat tanpa bersiwak berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh Al-Humaidi:
رَكْعَتَانِ بِسِوَاكٍ اَفْضَلُ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِلَا سِوَاكٍ
“Dua rakaat dengan bersiwak lebih utama danvada 70 rakaat tanpa siwak.”
Dalam riwayat lain: “Dua rakaat dengan bersiwak menyamai 70 rakaat.
Hadis ini tidak menunjukkan bahwa keutamaan siwak melebihi keutamaan shalat jamaah yang mencapai 27 derajat, karena pahala keduanya tidaklah sama, sebab satu derajat dan salat jamaah bisa menyamai banyak dan 70 rakaat dengan bersiwak.
Dikatakan oleh Al-Wanna’iy, terkadang bersiwak itu wajib bagi seorang istri apabila disuruh oleh suaminya dan wajib bagi hamba sahaya bila disuruh oleh tuannya.
Hal itu juga wajib bagi siapa yang makan bawang putih atau bawang merah pada hari Jumat, dan penghilangan bau itu tergantung pada siwak untuk salat Jumat.
Diriwayatkan dan Abi Hurairah RA, Ia berkata, Rasulullah bersabda:
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ فِى كُلِّ صَلَاةٍ
“Kalau sajatidak memberatkan umatku, niscaya kusuruh mereka bersiwak setiap hendak mengerjakan shalat.”
Dalam riwayat lain Nabi bersabda: “Aku disuruh bersiwak hingga aku takut diwajibkan atasku.”
Kemudian duduklah untuk berwudu dengan menghadap kiblat di atas tempat yang tingi supaya tidak terkena percikan kencing. Ini sesuai dengan perkataan Ar-Ramli dan Al-Mawardi bahwa tempatnya sebelum membasuh kedua telapak tangan.
Berlainan dengan Al-Imam dan Ibnu Shalah, Ibnu An-Naqib, Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini bahwa tempatnya antara membasuh kedua telapak tangan dan berkumur.
Dan ucapkanlah: Bismillahi rahmanir rahiim. Jika engkau ucapkan:  Bismillah, maka itu sudah cukup. Jika engkau lupa mengucapkan basmalah di awal wudu, maka bacalah ditengahnya. Namun jika sudah selesai engkau baru ingat, maka janganlah membacanya, karena bukan pada tempatnya.
Setelah itu ucapkanlah:
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِى جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا
“Segala puji bagi Allah yang menjadikan air ini suci.”
Dalam Al-Adzkar disebutkan:
رَبِّ اَعُوْذُبِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَاَعُوْذُبِكَ رَبِّ اَنْ يَحْضُرُوْنَ
“Ya Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dan bisikan-bisikan setan dan aku berlindung kepada-Mu dad kehadiran mereka kepadaku.
Kemudian basuhlah kedua telapak tanganmu tiga kali, dan sebelum memasukkan tanganmu ke dalam bejana ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَسْأَلُكَ الْيُمْنَ وَالبَرَكَةَ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ الشُّؤْمِ وَالهَلَكَةِ
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu keberuntungan dan keberkahan serta benlindung kepada-Mu dari kesialan dan kebinasaan.”
Atau ucapkanlah seperti yang dinukil dan Ar-Ramli, yaitu:
اَللّٰهُمَّ احْفَظْ يَدَيَّ مِنْ مَعَاصِيْكَ كُلِّهَا
“Ya Allah, jagalah kedua tanganku dan seluruh kedurhakaan terhadap-Mu.”
Kemudian niatkanlah untuk menghilangkan hadast atau mengerjakan shalat. Pertahankan niat ini hingga membasuh muka. Tidaklah mengapa bila niat menghilangkan hadast dilakukan sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan, meskipun sunah-sunah yang sebelumnya tidak menghilangkan hadast. Sebab sunah-sunah dalam setiap ibadah masuk dalam niatnya sebagai tambahan. Maka makna menghilangkan hadast adalah bertujuan menghilangkannya dengan semua amalan wudu sedang ia menghilangkan hadast secara pasti. Demikianlah disebutkan dalam Haasyiyah A1-Iqna’. Janganlah melupakan niatmu sebelum membasuh muka sehingga wudumu tidak sah.
Kemudian ambillah air dengan tanganmu dan berkumurlah tiga kalihingga ke ujung tenggorokan. Kecuali engkau sedang puasa, maka berkumurlah dengan lembut supaya tidak membata1kan puasamu, sambil mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ اَعِنِّى عَلٰى تِلَاوَةِ كِتَابِكَ وَكَثْرَةِ الذِّكْرِ لَكَ
“Ya Allah, tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu dan banyak mengingat-Mu.”
Atau sebagaimana disebutkan dalam A1-Adzkar, yaitu :
اَللّٰهُمَّ اسْقِنِى مِنْ حَوْضِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأْسًا لَا اَظْمَأُ بَعْدَهُ اَبَدًا
“Ya Allah, benilah aku minum dan telaga nabi-Mu segelas sehingga aku tidak haus untuk selama-lamanya.”
Atau mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ اَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
“Ya Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan mensyukuni-Mu.”
Kemudian ambillah air untuk membasuh hidungmu dan hiruplah air tiga.kali, kecuali dalam keadaan.puasa, dan keluarkanlah air dan kotoran di hidung dengan jari kelingking kirimu, sambil mengucapkan di waktu beristinsyaq:
اَللّٰهُمَّ اَوْجِدْلِى رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَاَنْتَ عَنِّى رَاضٍ
“Ya Allah, berilah aku ban surga sedang Engkau ridha kepadaku.”
Dalam Al-Adzkar disebutkan:
اَللّٰهُمَّ لَاتَحْرِمْنِى رَائِحَةَ نَعِيْمَكَ وَجَنَّاتِكَ
“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan aku bau kenikmatan dan surga-Mu.”
Di waktu mengeluarkan air dan hidung ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ مِنْ رَوَائِحِ النَّارِ وَسُوْءِ الدَّارِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bau api neraka dan tempat tinggal yang buruk.”
Kemudian ambillah air untuk mukamu dan basuhlah dan dahi hingga dagu, dan dari batas telinga hingga telinga yang lain melebar. Usapkanlah air ke rambut di tepi kepala, yaitu bagian antara ujung telinga hingga sudut dahi. Usapkan pula air ke tempat-tempat tumbuh rambut yang empat, yaitu alis, kumis, bulu mata dan jambang serta wajib mengusapkan air ke tempat tumbuh jenggot yang tipis, bukan yang lebat.
Ketika membasuh muka ucapakanlah:
اَللّٰهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى بِنُوْرِكَ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ اَوْلِيَائِكَ وَلَاتُسَوِّدْ وَجْهِى بِظُلُمَاتِكَ يَوْمَ تَسْوَدٌ وُجُوْهُ اَعْدائِكَ
“Ya Allah, putihkan wajahku dengan cahaya-Mu ketika wajah-wajah para wali-Mu menjadi putih. Dan Janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu ketika wajah-wajah para musuh-Mu menjadi hitam.”
Lebih ringkasnya:
اَللّٰهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضٌ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ
“Ya Allah, putihkanlah wajahku ketika wajali-wajak menjadi putih dan wajah-wajah menjadi hitam.”
Renggangkanlah sela-sela jenggot yang lebat sebelum membasuh muka sebagaimana dikatakan oleh Athiyyah menurut Al-Inani, kecuali bila engkau dalam keadaan ihram. Maka janganlah melakukanya supaya rambutnya tidak tercabut. Ini pendapat Ar-Ramli dan diikuti oleh Ibnu Qasim, Az-Ziyadi dan Asy-Syabramalsi.
Kemudian basuhlah kedua tanganmu dan ujung jari sampai ke siku, dimulai dengan tangan kanan kemudian tangan kiri karena perhiasan di surga mencapai tempat-tempat wudu. Gerakkan cincin dan renggangkanlah sebelum membasuh jani-jarimu.
Ketika mulai membasuh tangan kanan, ucapkan:
اَللّٰهُمَّ اَعْطِنِى كِتَابِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَابًا يَسِيْرًا
“Ya Allah, berilah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang ringan.”
Dan ketika membasuh tangan kiri, ucapkan:
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ اَنْ تُعْطِيَنِى كِتَابِى بِشِمَالِى اَوْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِى
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar jangan Engkau berikan kitabku dengan tangan kiriku atau dari belakang punggungku.”
Kemudian usaplah kepalamu setelah membasuh kedua tanganmu dengan merapatkan telapak tangan kanan dan kirimu dan depan kepala sambil menggerakkan kedua tangan ke belakang, lalu mengembalikan ke depan supaya air mengenai seluruh kepala. Ini adalah sekali, lakukan hal tersebut tiga kali, begitu pula terhadap anggota-anggota yang lain. Dan ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ غَشِّنِى بِرَحْمَتِكَ وَاَنْزِلْ عَلَيَّ مِنْ بَرَكَاتِكَ وَاَظِلَّنِّى تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِكَ يَوْمَ لَا ظِلَّ اِلَّا ظِلُّكَ
“Ya Allah, penuhilah aku dengan rahmat-Mu dan turunkan kepadaku dad berkah-Mu dan naungilah aku di bawah naungan Arsy-Mu pada hari tiada naungan, kecuali naungan-Mu.”
Dalam Al-Adzkar disebutkan pula:
اَللّٰهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِى وَبِشْرِى عَلَى النَّارِ وَاَظِلَّنِى تَحْتَ عَرْشِكَ يَوْمَ لَا ظِلَّ اِلَّا ظِلُّكَ
“.Ya Allah, haramkan rambut dan kulitku atas api neraka dan naungilah aku dibawah Arsy-Mu pada hari tiada naungan selain naungan-Mu.”
Kemudian usaplah kedua telingamu bagian luar dan dalamnya dengan air baru. Masukkan kedua ujung jari telunjukmu ke dalam telinga dan usapkanlah bagian luar telingamu dengan kedua ibu jarimu.
Wajah adalah anggota tubuh termulia, tetapi terdapat lubang-lubang yang isinya pahit seperti kotoran kedua telinga dan sebagiannya asin seperti air mata, sebagiannya asam seperti yang terdapat dalam hidung, dan sebagiannya tawar seperti air ludah. Jumlah lubangnya ada enam, yaitu kedua mata, kedua telinga, mulut dan hidung. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syeikh Athiyyah.
Ketika membasuh telinga ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهُ. اَللّٰهُمَّ اَسْمِعنِى مُنَادِيَ الْجَنَّةِ فِى الْجَنَّةِ مَعَ الْاَبْرَارِ
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik darinya. Ya Allah, perdengarkanlah kepadaku seruan juru azdan di surga bersama orang-orang yang berbakti.”
Kemudian usaplah tengkukmu sambil mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ فُكَّ رَقَبَتِى مِنَ النَّارِ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ السَّلَاسِلِ وَالْاَغْلَالِ
“Ya Allah, lepaskanlah batang leherku dan api neraka dan aku berlindung kepada-Mu dan ikatan rantai dan belenggu.”
Menurut An-Nawawi: “Mengusap tengkuk adalah bid’ah, karena tidak disunahkan, dinukil dari Syarah Ar-Raudh.”
Kemudian basuhlah kedua kakimu dari atas mata kaki hingga tumit. Renggangkan jari-jari kakimu dengan memasukkan jari-jari tanganmu dari bawah dan usaplah mulai dari kelingking kanan hingga berakhir pada kelingking kiri sambil mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِى عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ مَعَ اَقْدَامِ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
“Ya Allah, teguhkanlah telapak kakiku di atas jalan yang lurus bersama kaki-kaki para hamba-Mu yang shalih.”
Dan ketika membasuh kaki kiri, ucapkan :
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ اَنْ تَزِلَّ قَدَمِى عَلَى الصِّرَاطِ فِى النَّارِ يَوْمَ تَزِلُّ اَقْدَامُ الْمُنَافِقِيْنَ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar kakiku tidak tergelincir di atas shirot ke dalam api neraka bersama kaum munajik.”
Dalam A1-Adzkar disebutkan oleh An-Nawawi; ketika membasuh kedua kaki bacalah: “Allahumma tsabbit qadamii ‘alaa ash-shirot (Ya Allah, teguhkan kakiku di atas shirot).”
Siramkanlah air hingga mencapai tengah kaki dan ulangi tiga kali dalam semua perbuatanmu. Adapun doa ketika membasuh anggota tubuh, An-nawawi mengatakan: tidak ada sesuatu keterangan dan Nabi mengenai hal itu. Akan tetapi semua itu adalah doa-doa yang diriwayatkan dari para salaf yang shalih. Ada yang menambah dan ada yang menguranginya.
Ibnu Hajar berkata: Hal itu diriwayatkan dari jalan-jalan yang tidak kosong dari dusta. Akan tetapi Al-Mahalil dan Ar-Ramli Al-Kabir dan Ash-Shaghir menyukainya karena hal itu disebutkan dalam Tanikh Ibnu Hibban dan lainnya, meskipun dha’if, karena hadis dha’if diamalkan mengenai amalan-amalan utama. Syarat mengamalkan hadis dha’if adalah bilamana tidak sangat lemah masuk di bawah asal umum serta termasuk dalam ibadat.
Apabila selesai berwudu, arahkan pandanganmu ke langit dan menghadaplah ke kiblat dengan dadamu, karena langit adalah kiblat doa, dan kebutuhan-kebutuhan manusia berada dalam perbendaharaan di bawah Arsy. Ulurkan kedua tanganmu dan mohonlah semua kebutuhanmu, karena Ka’bah adalah arah termulia. Dan katakanlah:
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سُبْحَانَكَ اَللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اَنْتَ عَلِمْتُ سُوْءًا وَظَلَمْتُ نَفْسِى. اَشْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ فَاغْفِرْلِى وَاتُبْ عَلَيَّ اِنَّكَ اِنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلنِى مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ. وَاجْعَلنِى صَبُوْرًا شَكُوْرًا وَاجْعَلْنِى اَذْكُرْكَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَاُسَبِّحُكَ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku berbuat keburukan dan menganiaya diriku. Aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka ampunilah dosaku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku termasuk hamba -hamba-Mu yang salih. Jadikanlah aku seorang yang penyabar dan sangat bersyukur dan jadikanlah aku sering mengingat-Mu dan bertasbih kepada-Mu pagi dan petang.”
Setelah itu ucapkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya. Lebih disukai jika doa itu dibaca tiga kali.
Barangsiapa membaca doa-doa yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Al-Hakim ketika selesai berwudu, maka keluarlah dosa-dosanya semua dari anggota tubuhnya dan dicatat di atas wudunya pahalanya, dan dilindungi pelakunya dari kesia-siaan amal serta diangkat wudunya hingga mencapai bawah Arsy. Wudu tersebut terus bertasbih kepada Allah dan menyucikan-Nya serta ditulis pahala itu baginya sampai hari kiamat. Hal tersebut berulang setiap kali ia berwudu. Apabila ia mengucapkannya tiga kali sesudah wudu, maka ditulis tiga kali. Hal itu tidaklah sulit bagi Allah.
Kemudian bacalah surah Al-Qadr tiga kali, karena siapa yang membacanya sekali sesudah berwudu, maka ia termasuk golongan shiddiqin. Siapa yang membacanya dua kali, ia dicatat dalam diwan para syuhada dan siapa yang membacanya tiga kali, maka Allah menghimpunnya bersama para nabi sebagaimana disebutkan dalam hadis. Setelah membaca surah itu disunahkan membaca:
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِى ذَنْبِى وَوَسِّعْ لِى فِى دَارِى وَبَارِكْ لِى فِى رِزْقِى وَلَا تَفْتِنِى بِمَا زَوَيْتَ عَنِّى
“Ya Allah, ampunilah dosaku dan luaskan bagiku dalam rumahku dan berkatilah aku dalam rezekiku dan janganlah Engkau timpahkan fitnah atasku dengan apa yang Engkau jauhkan dariku.”
Usahakan mempertahankan wudu sebagainana diriwayatkan dalam hadis Qudsi; “Hai Musa, apabila engkau mengalami musibah sedang engkau tidak dalam keadaan berwudu, maka janganlah engkau menyalahkan kecuali dirimu.
Juga dalam sebuah hadis Nabi bersabda: “Tetaplah engkau dalam keadaan bersuci, niscaya dilapangkan rezeki bagimu.” Disebutkan oleh Al-Bujairami dengan menukil dari Sayyidi Mustafa A1-Bakri.
Jauhilah tujuh perkara di waktu berwudu: “Janganlah engkau kebaskan kedua tanganmu hingga memercikkan air dan jangan mengeringkannya tanpa alasan.”
Adapun bila ada alasan yang kuat, dahulukanlah anggota yang kiri sebelum yang kanan, karena ia menghilangkan bekas ibadah hingga patut memulai dan sebelah kiri supaya bekasnya tetap ada pada anggota yang lebih mulia.
Seperti ketika engkau keluar setelah berwudu dalam tiupan angin yang
mengandung najis atau merasakan kedinginan yang sangat.
Sebaiknya jangan menggunakan baju, sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dan Adz-Dzakhaair Tetapi disunahkan mengeringkan mayit sesudah memandikannya.
Janganlah engkau siram wajah dan kepalamu dengari air, tetapi engkau
ambil air dengan kedua tanganmu dan engkau basuh wajahmu dengan
keduanya serta engkau usap kepalamu dengan keduanya.
Jangan berbicara di tengah wudu tanpa alasan kuat, tetapi hal ini tidak dikatakan makruh, karena Nabi berbicara kepada Ummu Hani pada hari penaklukan kota Makkah di saat sedang mandi sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar.
Janganlah melebihi dari tiga gerakan ketika membasuh dan mengusap dan jangan pula menguranginya. Karena hal itu makruh, kecuali dengan alasan yang kuat. Misalnya karena waktunya sempit sehingga andai kata ia mengerjakannya tiga kali, niscaya habis waktunya. Saat itu diharamkan mengerjakan tiga kali. Atau airnya sedikit sehingga tidak cukup bagimu kecuali untuk shalat fardu. Maka hal itu diharamkan menambahinya. Atau sisa airnya digunakan untuk minum, maka diharamkan atasmu mengerjakan tiga kali. Sedang mendapati salat jamaah lebih utama daripada berwudu dengan membasuh tiga kali.
Begitu pula adab-adab lainnya yang tidak dikatakan wajib seperti
mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota-anggota badan. Kalau
tidak, maka tentulah ia dahulukan sebelum jamaah.
Jangan menuangkan banyak air sehingga melebihi kadar yang cukup
bagi anggota, meskipun tidak melebihi tiga kali tanpa keperluan, sekalipun
di sungai. Hal itu makruh apabila hanya disebabkan was-was sedang air itu miliknya atau mubah. Apabila diwakafkan, maka haramlah melampaui batas. Dan orang yang sering was-was, maka memiliki setan yang bernama Waihan.
Seorang ulama mengatakan bahwa iblis mempunyai sembilan anak. Masing-masing dan mereka mempunyai nama dan tugas.
Yang pertama bernama Khinzib, ia bertugas menimbulkan rasa was- was di dalam salat.
Yang kedua Walhan adalah setan yang bertugas menimbulkan rasa was-was dalam taharah.
Yang ketiga bernama Zalanbur ia bertugas di pasar untuk menggoda orang-orang yang berjual beli hingga berbicara sia-sia, bersumpah bohong, memuji barang dagangannya, mencurangi takaran dan timbangan.
Yang keempat adalah Al-A’war dan ia adalah setan zina. Ia meniup kemaluan laki-laki dan perempuan.
Yang kelima adalah Washan. Ia adalah setan tidur yang memberatkan kepala dan kelopak mata hingga tidak bangun untuk mengerjakan shalat dan sebagainya, sedangkan ia membangunkan orang untuk melakukan perbuatan buruk seperti zina dan sebagainya.
Yang keenam bernama Tabar, yaitu setan musibah, bertugas menggoda wanita untuk menjerit dan menampar pipi dan sebagainya.
Yang ketujuh bernama Dasim, bertugas menemani manusia yang makan atau memasuki rumah dengan tidak menyebut nama Allah, tidur di atas tempat tidur mereka serta memakai baju yang dilipat dengan tidak menyebut nama Allah. Ada yang mengatakan, ia adalah setan yang berusaha menimbulkan permusuhan di antara suami istri untuk memisahkan antara keduanya.
Yang kedelapan bernama Mathun ada yang mengatakan Masuth, bertugas penyiarkan berita bohong yang ditiupkan ke telinga manusia, sedangkan berita tersebut tidak ada sumbernya.
Yang kesembilan bernama Al-Abyadh, bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun para nabi, maka mereka selamat darinya. Sedang para wali, maka mereka memeranginya. Dan siapa yang disesatkan Allah, ia pun tersesat. Demikianlah disebutkan oleh Husein bin Sulaiman Ar-Rasyidi.
Janganlah berwudu dengan air yang terkena sinar matahari. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ketika ia memanaskan air di sinar matahari untuk Rasulullah Maka beliau berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, hai Humaira’, karena bisa menyebabkan belang.”
Meskipun hadis ini dha’if karena sanadnya lemah, namun ia dikuatkan oleh khabar Umar bahwa ia tidak suka mandi dengan air yang terkena sinar matahari.
Diriwayatkan bahwa Umar berkata: “Janganlah kalian mandi dengan air yang terkena sinar karena bisa menyebabkan belang. Dan Janganlah membersihkan makanan di sela-sela gigi dengan bambu, karena bisa membusukkan gigi. Ini masyhur dikalangan para sahabat hingga menjadi ijma’ sukuti.”
Janganlah berwudu di bejana yang terbuat dari kuningan, tanah liat atau wadah kulit dan wadah kayu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abi Hurairah bahwa dihukum makruh memakai bejana kuningan.
Inilah tujuh perkara yang dihukum makruh di waktu berwudu dan berlawanan dengan yang utama seperti mengebaskan air dan berbicara.
Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dan Hasan Al-Kufi:
اِنَّ مَنْ ذَكَرَ اللّٰهَ عِنْدَ وُضُوْئِهِ طَهَّرَ اللّٰهُ جَسَدَهُ كُلَّهُ وَمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اللّٰهُ لَمْ يُطَهِّرْ مِنْهُ اِلَّا مَا اَصَابَهُ الْمَاءُ
Sesungguhnya siapa yang menyebut nama Allah diwaktu berwudu, maka Allah menyucikan seluruh tubuhnya. Dan siapa yang tidak menyebut nama Allah, maka tidaldah suci darinya kecuali bagian yang terkena air,”
Ali bin Ahmad Al-Azizi berkata mengenai makna hadis ini yakni:
“Siapa yang menyebut nama Allah di awal wudu, maka Allah menyucikan tubuhnya yang lahir dan batin. Jika ia tidak menyebut nama Allah ketika berwudu, maka tidaklah disucikan darinya, kecuali yang lahir saja tanpa yang batin.”
Disunahkan wudu di setiap waktu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: “Wudu syar’i dituntut di banyak tempat, yaitu ketika membaca Al-Quran, di waktu mendengarkan Al-Quran, di waktu mendengarkan riwayat hadis dari syeikh (guru), di waktu belajar ilmu syar’i berupa tafsir, hadis, fikih, dan mengajarkannya kepada para pelajar. Adapun alat-alatnya, maka tidak disunahkan wudu baginya. Di waktu berzikir menyebut nama Allah di waktu melakukan sa’i antara Shofa dan Marwah, di waktu wukuf di Arafah, di waktu menziarahi kubur Nabi dan kubur-kubur lainnya, di waktu berkhutbah selain han Jumat, di waktu tidur malam atau siang, walaupun sedikit dalam keadaan duduk yang tegak, ketika menyerukan azan, ketika mandi janaba dan mandi wajib atau sunah lainnya, ketika menyerukan iqamat untuk salat, di waktu beribadah seperti menulis fikih, melempar jumrah, ketika orang yang junub ingin makan, walaupun makanan yang diharamkan seperti yang dirampas atau ingin minum atau ingin tidur atau ingin menggauli istrinya sekali lagi, meskipun janabat yang pertama tanpa menggauli.”
Adapun yang diharamkan seperti zina, maka tidakláh disunahkan baginya berwudu. Dan ketika berbekam (canduk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh), dan sebelum atau sesudah memikul mayit, ketika menyentuh bagian tubuh mayit, meskipun tidak membatalkan wudu seperti rambut dan kuku. Maka disunahkan berwudu sesudahnya. Dan ketika orang lelaki atau perempuan menyentuh badan orang banci, dan ketika seorang menyentuh kemaluannya, maka disunahkan untuk menyempurnakan wudu.
Ketika orang lelaki dan perempuan menyentuh kemaluan orang lain dan ketika menyentuh laki-laki yang mulus mukanya dan tampan bendasarkan khilaf mengenai pembatalan wudu oleh sebab itu. Setelah makan daging unta, dan ketika melakukan ghiba. Maka disunahkan wudu sesudahnya, walaupun engkau dalam keadaan wudu.
Dan ketika melakukan namimah, (mengadu domba) di antara orang-orang, dan melakukan perbuatan keji seperti mengejek orang lain, melakukan sumpah palsu, bersaksi bohong, menuduh orang berzina tanpa bukti, berdusta tanpa ada maslahat dan tertawa keras di dalam shalat.
Karena tertawa keras di dalam shalat membatalkan wudu menurut pendapat Abi Hanifah. Adapun tertawa keras di luar shalat, maka ia tidak membatalkan wudu menurutnya sebagaimana ditetapkan oleh Asy-Syeikh Abdul Hamid dan Asy-Syeikh Yusuf As-Sunbulawi.
Dan disunahkan wudu ketika mencukur rambut kepala dan di waktu marah, walaupun karena Allah berdasarkan sabda Nabi :
اِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَاِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النّارِ وَاِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَاِذَا غَضِبَ اَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَأْ
“Sesungguhnya amarah itu berasal dari setan dan sesungguhnya setan diciptakan dari api dan sesungguhnya api itu bisa dipadamkan dengan air. Maka apabila seseorang dan kamu marah, hendaklah ia berwudu.”
Dan ketika mencapai usia baligh. Maka disunahkan wudu baginya disertai anjuran mandi pula, karena dituntut baginya wudu tersendiri tanpa mandi.
Sebabnya ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan keluarnya mani tanpa disadari. Oleh karena itu diniatkan dengannya menghilangkan janabat dan ini tidak nampak pada wudu.
Dan ketika menyentuh kemaluan hewan disunahkan wudu sesudahnya, karena menyentuh bagian yang terpotong darinya membatalkan wudu menurut mazhab lama. Adapun dubur hewan, maka tidaklah membatalkan tanpa ada perselisihan sebagaimana disebutkan oleh Ad-Dimyari.
Juga disunahkan wudu di waktu murtad dan ketika memutuskan niat setelah selesai berwudu dan ketika mengangkat pembalut luka bila disangka sudah sembuh, tetapi ternyata belum sembuh. Dan ketika menyentuh bagian yang terbuka dibawah perut sedangkan aslinya tetap terbuka.
Dan di waktu membawa kitab-kitab tafsir bilamana tafsirnya lebih banyak daripada A1-Qur’an. Ini adalah mushaf Sayyidina Usman yang dikhususkan bagi dirinya dengan menamakan Mushaf Al-Imam. Adapun tafsir, maka dengan pertimbangan bentuk tulisannya berdasarkan kaidah-kaidah ilmu khat. Inilah yang diandalkan oleh Ibnu Hajar.
Dan disunahkan memperbaharui wudu ketika sehabis melakukan tiap shalat, walaupun wudu yang diperbarui itu disempurnakan dengan tayamum, baik wudu yang pertama itu seluruhnya dengan air atau disempurnakan dengan tayamum. Maka dituntut baginya mengulangi wudu. Perkara-perkara ini sebagiannya dituntut wudu sebelumnya dan sebagiannya dituntut sesudahnya sebagaimana telah menjadi jelas.
Dalam seluruhnya ia berniat wudu dan tidak cukup meniatkan sebabnya seperti berniat wudu untuk membaca A1-Qur’an dan seperti berniat sunah wudu karena marah. Lain halnya dengan mandi-mandi yang disunahkan, karena sah meniatkan sebabnya.
Bedanya ialah tujuannya yang terbesar adalah kebersihan sedangkan tujuan wudu ini adalah ibadah. Apabila berwudu dengan niat sujud tilawah atau syukur, maka boleh baginya mengerjakan shalat fardu dengannya. Andaikata berwudu dengan niat membaca A1-Qur’an atau tinggal di masjid tidak boleh baginya mengerjakan shalat fardu dengannya. Bedanya ialah taharah tidak disyaratkan untuk membaca, karena ia dibolehkan dalam keadaan berhadast. Lain halnya dengan sujud tilawah, karena syarat sahnya adalah suci. Oleh karena ini dibolehkan baginya mengerjakan shalat fardu.
  


0 comments:

Post a Comment