Adab Dalam Wudhu'
Yang
dimaksud dengan adab disini meliputi tuntunan dan yang wajib sampai
sunah-sunahnya sebagaimana disebutkan oleh guru kami Abdul Hamid.
Apabila
engkau selesai beristinja, maka jangan tinggalkan siwak dan niatkanlah dengan
siwak itu mengerjakan sunah dan membersihkan mulut untuk membaca Al-Qur’an dan
mengingat Allah dalam shalat, sebagaimana engkau niat jimak (senggama) untuk
mendapatkan keturunan. Karena siwak itu membersihkan mulut dan bau busuk dan
menimbulkan keridhaan Tuhan serta membangkitkan kemarahan setan. Ketahuilah
shalat dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada salat 70 rakaat tanpa
bersiwak berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh Al-Humaidi:
رَكْعَتَانِ بِسِوَاكٍ اَفْضَلُ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِلَا سِوَاكٍ
“Dua
rakaat dengan bersiwak lebih utama danvada 70 rakaat tanpa siwak.”
Dalam
riwayat lain: “Dua rakaat dengan bersiwak menyamai 70 rakaat.
Hadis
ini tidak menunjukkan bahwa keutamaan siwak melebihi keutamaan shalat jamaah
yang mencapai 27 derajat, karena pahala keduanya tidaklah sama, sebab satu
derajat dan salat jamaah bisa menyamai banyak dan 70 rakaat dengan bersiwak.
Dikatakan
oleh Al-Wanna’iy, terkadang bersiwak itu wajib bagi seorang istri apabila
disuruh oleh suaminya dan wajib bagi hamba sahaya bila disuruh oleh tuannya.
Hal itu
juga wajib bagi siapa yang makan bawang putih atau bawang merah pada hari
Jumat, dan penghilangan bau itu tergantung pada siwak untuk salat Jumat.
Diriwayatkan
dan Abi Hurairah RA, Ia
berkata, Rasulullah bersabda:
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ فِى كُلِّ صَلَاةٍ
“Kalau
sajatidak memberatkan umatku, niscaya kusuruh mereka bersiwak setiap hendak
mengerjakan shalat.”
Dalam
riwayat lain Nabi bersabda: “Aku disuruh bersiwak hingga aku takut diwajibkan
atasku.”
Kemudian
duduklah untuk berwudu dengan menghadap kiblat di atas tempat yang tingi supaya
tidak terkena percikan kencing. Ini sesuai dengan perkataan Ar-Ramli dan
Al-Mawardi bahwa tempatnya sebelum membasuh kedua telapak tangan.
Berlainan
dengan Al-Imam dan Ibnu Shalah, Ibnu An-Naqib, Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini
bahwa tempatnya antara membasuh kedua telapak tangan dan berkumur.
Dan
ucapkanlah: Bismillahi rahmanir rahiim. Jika engkau ucapkan: Bismillah, maka itu sudah cukup. Jika engkau
lupa mengucapkan basmalah di awal wudu, maka bacalah ditengahnya. Namun jika
sudah selesai engkau baru ingat, maka janganlah membacanya, karena bukan pada
tempatnya.
Setelah
itu ucapkanlah:
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِى جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا
“Segala
puji bagi Allah yang menjadikan air ini suci.”
Dalam
Al-Adzkar disebutkan:
رَبِّ اَعُوْذُبِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَاَعُوْذُبِكَ رَبِّ اَنْ يَحْضُرُوْنَ
“Ya
Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dan bisikan-bisikan setan dan aku berlindung
kepada-Mu dad kehadiran mereka kepadaku.
Kemudian
basuhlah kedua telapak tanganmu tiga kali, dan sebelum memasukkan tanganmu ke
dalam bejana ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَسْأَلُكَ الْيُمْنَ وَالبَرَكَةَ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ الشُّؤْمِ وَالهَلَكَةِ
“Ya Allah,
aku mohon kepada-Mu keberuntungan dan keberkahan serta benlindung kepada-Mu dari kesialan dan kebinasaan.”
Atau
ucapkanlah seperti yang dinukil dan Ar-Ramli, yaitu:
اَللّٰهُمَّ احْفَظْ يَدَيَّ مِنْ مَعَاصِيْكَ كُلِّهَا
“Ya Allah,
jagalah kedua tanganku dan seluruh kedurhakaan terhadap-Mu.”
Kemudian
niatkanlah untuk menghilangkan hadast atau mengerjakan shalat. Pertahankan niat
ini hingga membasuh muka. Tidaklah mengapa bila niat menghilangkan hadast
dilakukan sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan, meskipun sunah-sunah yang
sebelumnya tidak menghilangkan hadast. Sebab sunah-sunah dalam setiap ibadah
masuk dalam niatnya sebagai tambahan. Maka makna menghilangkan hadast adalah
bertujuan menghilangkannya dengan semua amalan wudu sedang ia menghilangkan
hadast secara pasti. Demikianlah disebutkan dalam Haasyiyah A1-Iqna’. Janganlah
melupakan niatmu sebelum membasuh muka sehingga wudumu tidak sah.
Kemudian
ambillah air dengan tanganmu dan berkumurlah tiga kalihingga ke ujung tenggorokan.
Kecuali engkau sedang puasa, maka berkumurlah dengan lembut supaya tidak membata1kan
puasamu, sambil mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ اَعِنِّى عَلٰى تِلَاوَةِ كِتَابِكَ وَكَثْرَةِ الذِّكْرِ لَكَ
“Ya Allah,
tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu dan banyak mengingat-Mu.”
Atau
sebagaimana disebutkan dalam A1-Adzkar, yaitu :
اَللّٰهُمَّ اسْقِنِى مِنْ حَوْضِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأْسًا لَا اَظْمَأُ بَعْدَهُ اَبَدًا
“Ya
Allah, benilah aku minum dan telaga nabi-Mu segelas sehingga aku tidak haus
untuk selama-lamanya.”
Atau
mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ اَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
“Ya
Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan mensyukuni-Mu.”
Kemudian
ambillah air untuk membasuh hidungmu dan hiruplah air tiga.kali, kecuali dalam
keadaan.puasa, dan keluarkanlah air dan kotoran di hidung dengan jari
kelingking kirimu, sambil mengucapkan di waktu beristinsyaq:
اَللّٰهُمَّ اَوْجِدْلِى رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَاَنْتَ عَنِّى رَاضٍ
“Ya
Allah, berilah aku
ban surga sedang Engkau ridha kepadaku.”
Dalam Al-Adzkar
disebutkan:
اَللّٰهُمَّ لَاتَحْرِمْنِى رَائِحَةَ نَعِيْمَكَ وَجَنَّاتِكَ
“Ya
Allah, janganlah Engkau haramkan aku bau kenikmatan dan surga-Mu.”
Di waktu
mengeluarkan air dan hidung ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ مِنْ رَوَائِحِ النَّارِ وَسُوْءِ الدَّارِ
“Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bau api neraka dan tempat tinggal yang buruk.”
Kemudian
ambillah air untuk mukamu dan basuhlah dan dahi hingga dagu, dan dari batas
telinga hingga telinga yang lain melebar. Usapkanlah air ke rambut di tepi
kepala, yaitu bagian antara ujung telinga hingga sudut dahi. Usapkan pula air
ke tempat-tempat tumbuh rambut yang empat, yaitu alis, kumis, bulu mata dan
jambang serta wajib mengusapkan air ke tempat tumbuh jenggot yang tipis, bukan
yang lebat.
Ketika
membasuh muka ucapakanlah:
اَللّٰهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى بِنُوْرِكَ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ اَوْلِيَائِكَ وَلَاتُسَوِّدْ وَجْهِى بِظُلُمَاتِكَ يَوْمَ تَسْوَدٌ وُجُوْهُ اَعْدائِكَ
“Ya
Allah, putihkan wajahku dengan cahaya-Mu ketika wajah-wajah para wali-Mu
menjadi putih. Dan Janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu ketika
wajah-wajah para musuh-Mu menjadi hitam.”
Lebih
ringkasnya:
اَللّٰهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضٌ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ
“Ya
Allah, putihkanlah wajahku ketika wajali-wajak menjadi putih dan wajah-wajah
menjadi hitam.”
Renggangkanlah
sela-sela jenggot yang lebat sebelum membasuh muka sebagaimana dikatakan oleh
Athiyyah menurut Al-Inani, kecuali bila engkau dalam keadaan ihram. Maka
janganlah melakukanya supaya rambutnya tidak tercabut. Ini pendapat Ar-Ramli
dan diikuti oleh Ibnu Qasim, Az-Ziyadi dan Asy-Syabramalsi.
Kemudian
basuhlah kedua tanganmu dan ujung jari sampai ke siku, dimulai dengan tangan
kanan kemudian tangan kiri karena perhiasan di surga mencapai tempat-tempat
wudu. Gerakkan cincin dan renggangkanlah sebelum membasuh jani-jarimu.
Ketika
mulai membasuh tangan kanan, ucapkan:
اَللّٰهُمَّ اَعْطِنِى كِتَابِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَابًا يَسِيْرًا
“Ya Allah,
berilah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang
ringan.”
Dan
ketika membasuh tangan kiri, ucapkan:
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ اَنْ تُعْطِيَنِى كِتَابِى بِشِمَالِى اَوْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِى
“Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu agar jangan Engkau berikan kitabku dengan
tangan kiriku atau dari belakang punggungku.”
Kemudian
usaplah kepalamu setelah membasuh kedua tanganmu dengan merapatkan telapak
tangan kanan dan kirimu dan depan kepala sambil menggerakkan kedua tangan ke
belakang, lalu mengembalikan ke depan supaya air mengenai seluruh kepala. Ini adalah
sekali, lakukan hal tersebut tiga kali, begitu pula terhadap anggota-anggota
yang lain. Dan ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ غَشِّنِى بِرَحْمَتِكَ وَاَنْزِلْ عَلَيَّ مِنْ بَرَكَاتِكَ وَاَظِلَّنِّى تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِكَ يَوْمَ لَا ظِلَّ اِلَّا ظِلُّكَ
“Ya
Allah, penuhilah aku dengan rahmat-Mu dan turunkan kepadaku dad berkah-Mu dan
naungilah aku di bawah naungan Arsy-Mu pada hari tiada naungan, kecuali
naungan-Mu.”
Dalam Al-Adzkar
disebutkan pula:
اَللّٰهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِى وَبِشْرِى عَلَى النَّارِ وَاَظِلَّنِى تَحْتَ عَرْشِكَ يَوْمَ لَا ظِلَّ اِلَّا ظِلُّكَ
“.Ya
Allah, haramkan rambut dan kulitku atas api neraka dan naungilah aku dibawah
Arsy-Mu pada hari tiada naungan selain naungan-Mu.”
Kemudian
usaplah kedua telingamu bagian luar dan dalamnya dengan air baru. Masukkan
kedua ujung jari telunjukmu ke dalam telinga dan usapkanlah bagian luar
telingamu dengan kedua ibu jarimu.
Wajah
adalah anggota tubuh termulia, tetapi terdapat lubang-lubang yang isinya pahit
seperti kotoran kedua telinga dan sebagiannya asin seperti air mata,
sebagiannya asam seperti yang terdapat dalam hidung, dan sebagiannya tawar
seperti air ludah. Jumlah lubangnya ada enam, yaitu kedua mata, kedua telinga,
mulut dan hidung. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syeikh Athiyyah.
Ketika
membasuh telinga ucapkanlah:
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهُ. اَللّٰهُمَّ اَسْمِعنِى مُنَادِيَ الْجَنَّةِ فِى الْجَنَّةِ مَعَ الْاَبْرَارِ
“Ya
Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan dan
mengikuti yang terbaik darinya. Ya Allah, perdengarkanlah kepadaku seruan juru
azdan di surga bersama orang-orang yang berbakti.”
Kemudian
usaplah tengkukmu sambil mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ فُكَّ رَقَبَتِى مِنَ النَّارِ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ السَّلَاسِلِ وَالْاَغْلَالِ
“Ya
Allah, lepaskanlah batang leherku dan api neraka dan aku berlindung kepada-Mu
dan ikatan rantai dan belenggu.”
Menurut
An-Nawawi: “Mengusap tengkuk adalah bid’ah, karena tidak disunahkan, dinukil
dari Syarah Ar-Raudh.”
Kemudian
basuhlah kedua kakimu dari atas mata kaki hingga tumit. Renggangkan jari-jari
kakimu dengan memasukkan jari-jari tanganmu dari bawah dan usaplah mulai dari
kelingking kanan hingga berakhir pada kelingking kiri sambil mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِى عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ مَعَ اَقْدَامِ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
“Ya
Allah, teguhkanlah telapak kakiku di atas jalan yang lurus bersama kaki-kaki
para hamba-Mu yang shalih.”
Dan
ketika membasuh kaki kiri, ucapkan :
اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ اَنْ تَزِلَّ قَدَمِى عَلَى الصِّرَاطِ فِى النَّارِ يَوْمَ تَزِلُّ اَقْدَامُ الْمُنَافِقِيْنَ
“Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu agar kakiku tidak tergelincir di atas shirot ke
dalam api neraka bersama kaum munajik.”
Dalam
A1-Adzkar disebutkan oleh An-Nawawi; ketika membasuh kedua kaki bacalah:
“Allahumma tsabbit qadamii ‘alaa ash-shirot (Ya Allah, teguhkan kakiku di atas
shirot).”
Siramkanlah
air hingga mencapai tengah kaki dan ulangi tiga kali dalam semua perbuatanmu.
Adapun doa ketika membasuh anggota tubuh, An-nawawi mengatakan: tidak ada
sesuatu keterangan dan Nabi mengenai hal itu. Akan tetapi semua itu adalah
doa-doa yang diriwayatkan dari para salaf yang shalih. Ada yang menambah dan
ada yang menguranginya.
Ibnu
Hajar berkata: Hal itu diriwayatkan dari jalan-jalan yang tidak kosong dari
dusta. Akan tetapi Al-Mahalil dan Ar-Ramli Al-Kabir dan Ash-Shaghir menyukainya
karena hal itu disebutkan dalam Tanikh Ibnu Hibban dan lainnya, meskipun
dha’if, karena hadis dha’if diamalkan mengenai amalan-amalan utama. Syarat
mengamalkan hadis dha’if adalah bilamana tidak sangat lemah masuk di bawah asal
umum serta termasuk dalam ibadat.
Apabila
selesai berwudu, arahkan pandanganmu ke langit dan menghadaplah ke kiblat
dengan dadamu, karena langit adalah kiblat doa, dan kebutuhan-kebutuhan manusia
berada dalam perbendaharaan di bawah Arsy. Ulurkan kedua tanganmu dan mohonlah
semua kebutuhanmu, karena Ka’bah adalah arah termulia. Dan katakanlah:
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سُبْحَانَكَ اَللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اَنْتَ عَلِمْتُ سُوْءًا وَظَلَمْتُ نَفْسِى. اَشْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ فَاغْفِرْلِى وَاتُبْ عَلَيَّ اِنَّكَ اِنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلنِى مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ. وَاجْعَلنِى صَبُوْرًا شَكُوْرًا وَاجْعَلْنِى اَذْكُرْكَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَاُسَبِّحُكَ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا
“Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan
memuji-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku berbuat keburukan
dan menganiaya diriku. Aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka ampunilah
dosaku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci dan jadikanlah
aku termasuk hamba -hamba-Mu yang salih. Jadikanlah aku seorang yang penyabar
dan sangat bersyukur dan jadikanlah aku sering mengingat-Mu dan bertasbih
kepada-Mu pagi dan petang.”
Setelah
itu ucapkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad serta para
sahabatnya. Lebih disukai jika doa itu dibaca tiga kali.
Barangsiapa
membaca doa-doa yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Al-Hakim ketika
selesai berwudu, maka keluarlah dosa-dosanya semua dari anggota tubuhnya dan
dicatat di atas wudunya pahalanya, dan dilindungi pelakunya dari kesia-siaan
amal serta diangkat wudunya hingga mencapai bawah Arsy. Wudu tersebut terus
bertasbih kepada Allah dan menyucikan-Nya serta ditulis pahala itu baginya
sampai hari kiamat. Hal tersebut berulang setiap kali ia berwudu. Apabila ia
mengucapkannya tiga kali sesudah wudu, maka ditulis tiga kali. Hal itu tidaklah
sulit bagi Allah.
Kemudian
bacalah surah Al-Qadr tiga kali, karena siapa yang membacanya sekali sesudah
berwudu, maka ia termasuk golongan shiddiqin. Siapa yang membacanya dua kali,
ia dicatat dalam diwan para syuhada dan siapa yang membacanya tiga kali, maka
Allah menghimpunnya bersama para nabi sebagaimana disebutkan dalam hadis.
Setelah membaca surah itu disunahkan membaca:
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِى ذَنْبِى وَوَسِّعْ لِى فِى دَارِى وَبَارِكْ لِى فِى رِزْقِى وَلَا تَفْتِنِى بِمَا زَوَيْتَ عَنِّى
“Ya
Allah, ampunilah dosaku dan luaskan bagiku dalam rumahku dan berkatilah aku
dalam rezekiku dan janganlah Engkau timpahkan fitnah atasku dengan apa yang
Engkau jauhkan dariku.”
Usahakan
mempertahankan wudu sebagainana diriwayatkan dalam hadis Qudsi; “Hai Musa,
apabila engkau mengalami musibah sedang engkau tidak dalam keadaan berwudu,
maka janganlah engkau menyalahkan kecuali dirimu.
Juga
dalam sebuah hadis Nabi bersabda: “Tetaplah engkau dalam keadaan bersuci,
niscaya dilapangkan rezeki bagimu.” Disebutkan oleh Al-Bujairami dengan menukil
dari Sayyidi Mustafa A1-Bakri.
Jauhilah
tujuh perkara di waktu berwudu: “Janganlah engkau kebaskan kedua tanganmu
hingga memercikkan air dan jangan mengeringkannya tanpa alasan.”
Adapun
bila ada alasan yang kuat, dahulukanlah anggota yang kiri sebelum yang kanan,
karena ia menghilangkan bekas ibadah hingga patut memulai dan sebelah kiri
supaya bekasnya tetap ada pada anggota yang lebih mulia.
Seperti
ketika engkau keluar setelah berwudu dalam tiupan angin yang
mengandung najis atau merasakan kedinginan yang sangat.
mengandung najis atau merasakan kedinginan yang sangat.
Sebaiknya
jangan menggunakan baju, sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dan Adz-Dzakhaair
Tetapi disunahkan mengeringkan mayit sesudah memandikannya.
Janganlah
engkau siram wajah dan kepalamu dengari air, tetapi engkau
ambil air dengan kedua tanganmu dan engkau basuh wajahmu dengan
keduanya serta engkau usap kepalamu dengan keduanya.
ambil air dengan kedua tanganmu dan engkau basuh wajahmu dengan
keduanya serta engkau usap kepalamu dengan keduanya.
Jangan
berbicara di tengah wudu tanpa alasan kuat, tetapi hal ini tidak dikatakan
makruh, karena Nabi berbicara kepada Ummu Hani pada hari penaklukan kota Makkah
di saat sedang mandi sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar.
Janganlah
melebihi dari tiga gerakan ketika membasuh dan mengusap dan jangan pula
menguranginya. Karena hal itu makruh, kecuali dengan alasan yang kuat. Misalnya
karena waktunya sempit sehingga andai kata ia mengerjakannya tiga kali, niscaya
habis waktunya. Saat itu diharamkan mengerjakan tiga kali. Atau airnya sedikit
sehingga tidak cukup bagimu kecuali untuk shalat fardu. Maka hal itu diharamkan
menambahinya. Atau sisa airnya digunakan untuk minum, maka diharamkan atasmu
mengerjakan tiga kali. Sedang mendapati salat jamaah lebih utama daripada berwudu
dengan membasuh tiga kali.
Begitu
pula adab-adab lainnya yang tidak dikatakan wajib seperti
mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota-anggota badan. Kalau
tidak, maka tentulah ia dahulukan sebelum jamaah.
mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota-anggota badan. Kalau
tidak, maka tentulah ia dahulukan sebelum jamaah.
Jangan
menuangkan banyak air sehingga melebihi kadar yang cukup
bagi anggota, meskipun tidak melebihi tiga kali tanpa keperluan, sekalipun
di sungai. Hal itu makruh apabila hanya disebabkan was-was sedang air itu miliknya atau mubah. Apabila diwakafkan, maka haramlah melampaui batas. Dan orang yang sering was-was, maka memiliki setan yang bernama Waihan.
bagi anggota, meskipun tidak melebihi tiga kali tanpa keperluan, sekalipun
di sungai. Hal itu makruh apabila hanya disebabkan was-was sedang air itu miliknya atau mubah. Apabila diwakafkan, maka haramlah melampaui batas. Dan orang yang sering was-was, maka memiliki setan yang bernama Waihan.
Seorang
ulama mengatakan bahwa iblis mempunyai sembilan anak. Masing-masing dan mereka
mempunyai nama dan tugas.
Yang
pertama bernama Khinzib, ia bertugas menimbulkan rasa was- was di dalam salat.
Yang
kedua Walhan adalah setan yang bertugas menimbulkan rasa was-was dalam taharah.
Yang
ketiga bernama Zalanbur ia bertugas di pasar untuk menggoda orang-orang yang
berjual beli hingga berbicara sia-sia, bersumpah bohong, memuji barang
dagangannya, mencurangi takaran dan timbangan.
Yang
keempat adalah Al-A’war dan ia adalah setan zina. Ia meniup kemaluan laki-laki
dan perempuan.
Yang
kelima adalah Washan. Ia adalah setan tidur yang memberatkan kepala dan kelopak
mata hingga tidak bangun untuk mengerjakan shalat dan sebagainya, sedangkan ia
membangunkan orang untuk melakukan perbuatan buruk seperti zina dan sebagainya.
Yang
keenam bernama Tabar, yaitu setan musibah, bertugas menggoda wanita untuk
menjerit dan menampar pipi dan sebagainya.
Yang
ketujuh bernama Dasim, bertugas menemani manusia yang makan atau memasuki rumah
dengan tidak menyebut nama Allah, tidur di atas tempat tidur mereka serta
memakai baju yang dilipat dengan tidak menyebut nama Allah. Ada yang
mengatakan, ia adalah setan yang berusaha menimbulkan permusuhan di antara
suami istri untuk memisahkan antara keduanya.
Yang
kedelapan bernama Mathun ada yang mengatakan Masuth, bertugas penyiarkan berita
bohong yang ditiupkan ke telinga manusia, sedangkan berita tersebut tidak ada
sumbernya.
Yang
kesembilan bernama Al-Abyadh, bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun para
nabi, maka mereka selamat darinya. Sedang para wali, maka mereka memeranginya.
Dan siapa yang disesatkan Allah, ia pun tersesat. Demikianlah disebutkan oleh
Husein bin Sulaiman Ar-Rasyidi.
Janganlah
berwudu dengan air yang terkena sinar matahari. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa
ketika ia memanaskan air di sinar matahari untuk Rasulullah Maka beliau
berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, hai Humaira’, karena bisa menyebabkan
belang.”
Meskipun
hadis ini dha’if karena sanadnya lemah, namun ia dikuatkan oleh khabar Umar
bahwa ia tidak suka mandi dengan air yang terkena sinar matahari.
Diriwayatkan
bahwa Umar berkata: “Janganlah kalian mandi dengan air yang terkena sinar
karena bisa menyebabkan belang. Dan Janganlah membersihkan makanan di sela-sela
gigi dengan bambu, karena bisa membusukkan gigi. Ini masyhur dikalangan para
sahabat hingga menjadi ijma’ sukuti.”
Janganlah
berwudu di bejana yang terbuat dari kuningan, tanah liat atau wadah kulit dan
wadah kayu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abi Hurairah bahwa dihukum makruh
memakai bejana kuningan.
Inilah
tujuh perkara yang dihukum makruh di waktu berwudu dan berlawanan dengan yang
utama seperti mengebaskan air dan berbicara.
Disebutkan
dalam khabar yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dan Hasan Al-Kufi:
اِنَّ مَنْ ذَكَرَ اللّٰهَ عِنْدَ وُضُوْئِهِ طَهَّرَ اللّٰهُ جَسَدَهُ كُلَّهُ وَمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اللّٰهُ لَمْ يُطَهِّرْ مِنْهُ اِلَّا مَا اَصَابَهُ الْمَاءُ
Sesungguhnya
siapa yang menyebut nama Allah diwaktu berwudu, maka Allah menyucikan seluruh
tubuhnya. Dan siapa yang tidak menyebut nama Allah, maka tidaldah suci darinya
kecuali bagian yang terkena air,”
Ali bin
Ahmad Al-Azizi berkata mengenai makna hadis ini yakni:
“Siapa
yang menyebut nama Allah di awal wudu, maka Allah menyucikan tubuhnya yang
lahir dan batin. Jika ia tidak menyebut nama Allah ketika berwudu, maka tidaklah
disucikan darinya, kecuali yang lahir saja tanpa yang batin.”
Disunahkan
wudu di setiap waktu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: “Wudu syar’i
dituntut di banyak tempat, yaitu ketika membaca Al-Quran, di waktu mendengarkan
Al-Quran, di waktu mendengarkan riwayat hadis dari syeikh (guru), di waktu
belajar ilmu syar’i berupa tafsir, hadis, fikih, dan mengajarkannya kepada para
pelajar. Adapun alat-alatnya, maka tidak disunahkan wudu baginya. Di waktu
berzikir menyebut nama Allah di waktu melakukan sa’i antara Shofa dan Marwah,
di waktu wukuf di Arafah, di waktu menziarahi kubur Nabi dan kubur-kubur
lainnya, di waktu berkhutbah selain han Jumat, di waktu tidur malam atau siang,
walaupun sedikit dalam keadaan duduk yang tegak, ketika menyerukan azan, ketika
mandi janaba dan mandi wajib atau sunah lainnya, ketika menyerukan iqamat untuk
salat, di waktu beribadah seperti menulis fikih, melempar jumrah, ketika orang
yang junub ingin makan, walaupun makanan yang diharamkan seperti yang dirampas
atau ingin minum atau ingin tidur atau ingin menggauli istrinya sekali lagi,
meskipun janabat yang pertama tanpa menggauli.”
Adapun
yang diharamkan seperti zina, maka tidakláh disunahkan baginya berwudu. Dan ketika
berbekam (canduk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh), dan sebelum atau
sesudah memikul mayit, ketika menyentuh bagian tubuh mayit, meskipun tidak
membatalkan wudu seperti rambut dan kuku. Maka disunahkan berwudu sesudahnya.
Dan ketika orang lelaki atau perempuan menyentuh badan orang banci, dan ketika
seorang menyentuh kemaluannya, maka disunahkan untuk menyempurnakan wudu.
Ketika
orang lelaki dan perempuan menyentuh kemaluan orang lain dan ketika menyentuh
laki-laki yang mulus mukanya dan tampan bendasarkan khilaf mengenai pembatalan
wudu oleh sebab itu. Setelah makan daging unta, dan ketika melakukan ghiba.
Maka disunahkan wudu sesudahnya, walaupun engkau dalam keadaan wudu.
Dan
ketika melakukan namimah, (mengadu domba) di antara orang-orang, dan melakukan
perbuatan keji seperti mengejek orang lain, melakukan sumpah palsu, bersaksi
bohong, menuduh orang berzina tanpa bukti, berdusta tanpa ada maslahat dan
tertawa keras di dalam shalat.
Karena
tertawa keras di dalam shalat membatalkan wudu menurut pendapat Abi Hanifah.
Adapun tertawa keras di luar shalat, maka ia tidak membatalkan wudu menurutnya
sebagaimana ditetapkan oleh Asy-Syeikh Abdul Hamid dan Asy-Syeikh Yusuf
As-Sunbulawi.
Dan
disunahkan wudu ketika mencukur rambut kepala dan di waktu marah, walaupun
karena Allah berdasarkan sabda Nabi :
اِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَاِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النّارِ وَاِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَاِذَا غَضِبَ اَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَأْ
“Sesungguhnya
amarah itu berasal dari setan dan sesungguhnya setan diciptakan dari api dan
sesungguhnya api itu bisa dipadamkan dengan air. Maka apabila seseorang dan
kamu marah, hendaklah ia berwudu.”
Dan
ketika mencapai usia baligh. Maka disunahkan wudu baginya disertai anjuran
mandi pula, karena dituntut baginya wudu tersendiri tanpa mandi.
Sebabnya ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan keluarnya mani tanpa disadari. Oleh karena itu diniatkan dengannya menghilangkan janabat dan ini tidak nampak pada wudu.
Sebabnya ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan keluarnya mani tanpa disadari. Oleh karena itu diniatkan dengannya menghilangkan janabat dan ini tidak nampak pada wudu.
Dan
ketika menyentuh kemaluan hewan disunahkan wudu sesudahnya, karena menyentuh
bagian yang terpotong darinya membatalkan wudu menurut mazhab lama. Adapun
dubur hewan, maka tidaklah membatalkan tanpa ada perselisihan sebagaimana
disebutkan oleh Ad-Dimyari.
Juga
disunahkan wudu di waktu murtad dan ketika memutuskan niat setelah selesai
berwudu dan ketika mengangkat pembalut luka bila disangka sudah sembuh, tetapi
ternyata belum sembuh. Dan ketika menyentuh bagian yang terbuka dibawah perut
sedangkan aslinya tetap terbuka.
Dan di
waktu membawa kitab-kitab tafsir bilamana tafsirnya lebih banyak daripada
A1-Qur’an. Ini adalah mushaf Sayyidina Usman yang dikhususkan bagi dirinya
dengan menamakan Mushaf Al-Imam. Adapun tafsir, maka dengan pertimbangan bentuk
tulisannya berdasarkan kaidah-kaidah ilmu khat. Inilah yang diandalkan oleh
Ibnu Hajar.
Dan
disunahkan memperbaharui wudu ketika sehabis melakukan tiap shalat, walaupun
wudu yang diperbarui itu disempurnakan dengan tayamum, baik wudu yang pertama
itu seluruhnya dengan air atau disempurnakan dengan tayamum. Maka dituntut
baginya mengulangi wudu. Perkara-perkara ini sebagiannya dituntut wudu
sebelumnya dan sebagiannya dituntut sesudahnya sebagaimana telah menjadi jelas.
Dalam
seluruhnya ia berniat wudu dan tidak cukup meniatkan sebabnya seperti berniat
wudu untuk membaca A1-Qur’an dan seperti berniat sunah wudu karena marah. Lain
halnya dengan mandi-mandi yang disunahkan, karena sah meniatkan sebabnya.
Bedanya
ialah tujuannya yang terbesar adalah kebersihan sedangkan tujuan wudu ini
adalah ibadah. Apabila berwudu dengan niat sujud tilawah atau syukur, maka
boleh baginya mengerjakan shalat fardu dengannya. Andaikata berwudu dengan niat
membaca A1-Qur’an atau tinggal di masjid tidak boleh baginya mengerjakan shalat
fardu dengannya. Bedanya ialah taharah tidak disyaratkan untuk membaca, karena
ia dibolehkan dalam keadaan berhadast. Lain halnya dengan sujud tilawah, karena
syarat sahnya adalah suci. Oleh karena ini dibolehkan baginya mengerjakan shalat
fardu.
0 comments:
Post a Comment