Adab Bertayammum
Ia
adalah rukhsah di saat tidak ada air, sebagian ada yang mengatakan
azimah. Rukhsah adalah menggugurkan qadha’. Sebagian yang lain mengatakan,
bilamana airnya tidak ada secara nyata, maka tayamum itu merupakan azimah.
Apabila
tidak demikian, maka ia adalah rukhsah dengan dalil keabsahan tayamum orang
yang durhaka dalam perjalanan sebelum bertobat jika tidak ada air secara nyata
dan kebatalan tayamumnya sebelum itu jika tidak ada air secara syara’ seperti
bertayamum karena sakit. Jika engkau tidak sanggup menggunakan air karena salah
satu dan enam sebab, maka bolehlah bagimu bertayamum.
Sebab-sebab
itu ialah karena tidak ada air setelah mencarinya atau karena halangan seperti
sakit atau karena air tidak bisa sampai kepadanya lantaran dikurung tanpa
alasan yang benar atau air yang ada dibutuhkan untuk minum atau untuk orang
yang bukan murtad dan bukan peninggal sahlat maupun kafir (harbi)?
Apabila
air itu dibutuhkan suatu kepentingan, maka wajib menyimpannya dan haram dipakai
untuk berwudu, demi memelihara nyawa atau anggota atau manfaat dari kerusakan.
Atau airnya milik orang lain dan tidak dijual kecuali lebih dan yang
semestinya, dimasa dan tempat itu atau seseorang menderita luka.
Diriwayatkan
oleh Al-Hakim bahwa sesorang lelaki menderita luka di zaman Rasulullah, Kemudian
ia mimpi hingga keluar mani, orang-orang menyuruhnya mandi.
Maka ia
pun mandi hingga mati, beritanya sampai kepada Rasulullah , maka beliau
mengatakan: “Mereka telah membunuhnya, bukankah kalau tidak tahu harus
bertanya.”
Atau
engkau menderita sakit yang dikhawatirkan atas dirimu. Maka apabila ingin
bertayamum, hendaklah engkau sabar hingga masuk waktu shalat fajar. Karena
tayamum adalah taharah yang bersifat darurat dan tiada darurat sebelum
waktunya. Kemudian carilah debu yang baik dan murni suci tidak bercampur dengan
barang najis.
Tepukkan
kedua tanganmu dengan merapatkan jari-jarimu di atas debu dengan niat,
istibahah fardhi as-sholah. Kemudian usapkan kedua telapak tanganmu pada
seluruh wajahmu sekali. Janganlah memaksakan sampainya debu ke tempat-tempat
tumbuhnya rambut, baik tipis maupun tebal karena tidak disunahkan, mengingat
kesulitannya.
Lepaskanlah
cincinmu, karena melepas cincin pada kali yang kedua adalah wajib supaya debu
sampai ke tempatnya dan tidak cukup dengan hanya menggerakkannya, karena debu
tidak masuk di bawahnya lantaran ketebalannya. Lain halnya dengan air, maka
kewajiban melepaskannya adalah di waktu mengusap. Demikian dikatakan oleh Ahmad
Al-Mahiy.
Adapun
dalam tepukan pertama, hukumnya sunah supaya seluruh wajah bisa diusap dengan
tangan sebagaimana dikatakan oleh Al-Mahalli. Tepuklah untuk kali yang kedua
dengan merenggangkan antara jari-jarimu dan usapkanlah dengan kedua telapak
tangannu pada kedua tanganmu sampai dengan kedua sikumu.
Jika tidak
bisa memenuhi keduanya, maka tepuklah sekali lagi hingga memenuhi keduanya.
Kemudian usapkan salah satu telapak tanganmu pada telapak tangan yang lain dan
usapkan pada sela-sela jari-jarimu dengan merenggangkannya dan shalatlah fardu
sekali dan nawafil yang engkau inginkan. Jika engkau ingin mengerjakan salat
fardu lainya, maka bertayamum lagi, meskipun tidak berhadas. Demikianlah setiap
salat fardu dikerjakan dengan satu tayamum.
Ya, apabila
sahlat kedua adalah muakkadah (ulangan), boleh menggabungkan dengan satu
tayamum, karena muakkadah menjadi sunah, meskipun engkau berniat fardu di
dalamnya. Boleh juga engkau gabungkan antara salat Zuhur dan Jumat dengan satu
tayamum.
0 comments:
Post a Comment